Literasi Digital Cegah Cyber Bullying

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Salemba, Jakarta—Zaman sekarang membutuhkan digital. Apalagi di tengah kondisi pandemi saat ini, keberadaan ruang digital makin diperlukan. Aktivitas sekolah dilakukan dari rumah (school from home/SFH). Pun aktifitas pekerjaan juga dilaksanakan dari rumah (work from home/WFH). Maka, tidak berlebihan jika literasi dalam era digital mutlak diperlukan agar masyarakat tidak mudah termakan informasi yang sesat (hoaks). Atau bahkan, yang marak terjadi akhir-akhir ini adalah aktifitas perundungan (cyber bullying) yang bisa menimpa siapapun.

"Literasi digital tidak hanya sekedar memiliki kemampuan dalam hard skill seperti membuat video content, pod cast, parenting, dan sebagainya. Namun, juga penting untuk memiliki kapasitas soft skill. Justru inilah yang menentukan meskipun sepintas sederhana. Soft skill itu salah satunya adalah cara berpikir. Ketika content dibuat, pikirkan kembali apa yang menjadi niat atau rencana dibalik pembuatannya. Positif atau tidak jika ditayangkan di media sosial, " jelas Ketua Umum Siberkreasi Yosi Mokalu saat webinar Generasi Literat yang diselenggarakan Perpustakaan Nasional pada Selasa sore, (8/9).

Berkembangnya industri digital juga harus dibarengi dengan kecerdasan digital. Apalagi saat ini, Yosi mencatat tidak kurang dari 1.000 informasi hoaks bertebaran dalam sehari di media sosial.

Oleh karena itu, ia mengajak kolaborasi dan kerja sama semua pihak dalam Gerakan Nasional Literasi Digital. Gerakan ini salah satunya adalah menyelamatkan siapapun dari aksi perundungan di media sosial (cyber bullying).

Hal yang kurang lebih sama disampaikan Founder Generasi Literat Milastri Muzakkar mengatakan aksi tidak terpuji seperti cyber bulliying memang marak terjadi di masa pandemi. Aksi tersebut kebanyakan terjadi akibat faktor psikologis, seperti stress yang meningkat  atau karena intensitas bermain gadget yang tidak terkontrol.

Itu sebabnya, Milastri menyarankan adanya kolaborasi antara elemen keluarga dan masyarakat. caranya, pertama, jadikan perpustakaan sebagai pusat informasi, terutama literasi yang terkait Covid-19. Kedua, buatlah game edukatif atau content video yang positif bekerjsama dengan platform media sosial. Ketiga, kreasikan lomba-lomba literasi seperti lomba menulis, membaca, atau prakarya. Keempat, bangun budaya literasi sejak dini. “Dan terakhir, kolaborasikan dengan komunitas atau pegiat literasi untuk mengantarkan buku ke rumah-rumah secara berkala,” beber Milastri.  

Sedangkan, apabila aksi perundungan kerap terjadi, Yosi menyarankan tiga hal yang bisa dilakukan. Pertama, seleksi (filter) kata-kata yang tidak perlu ada di medsos. Block yang sekiranya dapat menjadi racun diri. Kedua, jadilah, pihak yang mendamaikan atau menenangkan. Dalam kata lain bersikap netral. Tidak ikut menyebarkan kebencian. Dan ketiga mintalah bantuan teman. Namun, bukan dalam artian membalas perbuatan negatif. “Ajak sama-sama untuk cerdas berlaku di media sosial. Tidak mengarahkan kepada konfrontasi,” pungkas Yosi.

 

Reportase : Hartoyo Darmawan, Josan Kusuma

Fotografer : Rd Radityo

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN