Indonesia Kekurangan Bahan Bacaan, Negara Harus Hadir Dukung Penulis

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta - Soal kepenulisan erat kaitannya dengan keterbacaan, seorang penulis untuk memulai menuangkan idenya yang kreatif dengan membaca. Di tahun 2020, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI melakukan kajian pada aktifitas membaca masyarakat Indonesia dan mendapatkan hasil yang cukup tinggi yakni rata-rata 9 jam 52 menit per pekan. Hal tersebut menjadi bantahan untuk rendahnya minat baca di Indonesia. Mengacu pada standar yang ditetapkan oleh UNESCO dimana seharusnya tiga buku untuk satu orang penduduk, menegaskan bahwa antusiasme membaca masyarakat Indonesia belum diimbangi dengan jumlah buku yang bisa diakses dan distribusinya.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpusnas yang juga bertindak sebagai anggota Dewan Redaksi Perpusnas Press, Joko Santoso selaku moderator pada rangkaian kegiatan Perpusnas Writers Festival tahun 2021 hari kedua yang mengangkat tema “Menciptakan Harmonisasi Perkembangan Literasi”, Selasa (15/6/2021). Kegiatan ini diselenggarakan secara hybrid, lokasi luring bertempat di Ruang Teater Lt. 2 Gedung Layanan Perpusnas Medan Merdeka Selatan dan daring melalui Zoom serta kanal Youtube Perpustakaan Nasional RI.

Menanggapi itu, Penulis sekaligus Pegiat Literasi, Maman Suherman sepakat bahwa berdasarkan pengalamannya berkeliling Indonesia dan bertemu dengan banyak TBM pun pemustaka, permasalahan yang ada bukan mengenai rendahnya minat baca, melainkan akses terhadap bahan bacaan.

Maman berkisah dia pernah tenggelam saat menaiki perahu Pustaka di Sulawesi Barat, namun saat itu bukan cuma dia yang diselamatkan tapi buku-buku pun dijaring, kemudian disetrika setiap halamannya. Dia menjadi saksi hidup betapa bahan bacaan sangat dibutuhkan oleh masyarakat di daerah dan penyebarannya masih belum merata di seluruh Indonesia.

“Bagi mereka buku adalah berlian yang tidak boleh hilang dan harus sampai ke tujuan. Begitu sulitnya akses terhadap bahan bacaan menjadikan satu buku sangat berharga,” kenang pria yang akrab disapa Kang Maman.

Bupati Magetan, Suprawoto juga berpendapat bahwa akses terhadap bahan bacaan harus dipermudah. Adapun upaya yang sudah dilakukan di Magetan antara lain menempatkan perpustakaan di lokasi yang strategis dan melengkapinya dengan fasilitas yang mampu menarik masyarakat untuk berkunjung.

“Di Magetan, perpustakaan ditempatkan di lokasi yang sangat strategis yaitu di samping alun-alun, dengan begitu masyarakat tentu antusias. Kemudian, supaya menarik di sana juga dipasang wi-fi kenceng,” ujar Bupati yang juga penulis ini.

Lebih lanjut, Suprawoto juga mengatakan bahwa dengan menulis seseorang akan dikenang selamanya karena menulis merupakan sebuah aktifitas yang dapat menembus ruang dan waktu. Disamping itu, dia juga memilki filosofi hidup yakni sebagai keturunan Jawa dia berkewajiban untuk mempertahankan budayanya. Tanggung jawab tersebut Suprawoto tuangkan dalam bentuk tulisan berbahasa jawa.

“Kalau bahasa jawa hilang, saya berdosa,” ucap Suprawoto.

Jika melihat dari sisi hukum, bagi Akademisi, Helitha Novianty negara harus hadir dalam memberikan dukungannya kepada penulis. Menurut Helitha yang juga seorang penulis, sudah menjadi tugas negara untuk mencerdaskan bangsa. Beberapa upaya yang bisa dilakukan di antaranya menurunkan harga buku dan meningkatkan royalti penulis. Dengan demikian, harapan ke depannya profesi penulis dapat semakin dilirik untuk digeluti.

“Pembajakan seakarang sudah semakin masif, salah satu cara untuk menanggulanginya yaitu misalnya sama seperti teman-teman musisi yang mendapatkan royalti untuk setiap kali hasil karyanya didengar, di masa depan penulis juga harus mendapatkan royalti ketika buku mereka dibaca,” jelasnya.

Pada umumnya penulis dihadapkan pada masalah penerbitan buku karena beberapa penerbit menerapkan standar tinggi pada kualitas penulisan dan nilai jual tulisan. Merespons hal ini Penulis, Asma Nadia berpesan bahwa seorang penulis harus bisa menulis sesuatu yang membahagiakan hatinya dan menghadirkan sesuatu yang diperlukan. Sehingga, setiap penulis akan berjuang dengan prinsip-prinsip yang mereka jalani dalam hidup.

Mengutip pernyataan Produser, Manoj Punjabi bahwa kisah yang bagus atau menarik adalah kisah yang relate ke banyak orang. Penulis novel Surga yang Tak Dirindukan ini menilai, kisah seperti itulah yang mampu menarik minat pembaca.

“Buku akan laku jika dibutuhkan. Jadi buat teman-teman yang tertarik ke penulisan, kalau kamu datang mencari sebuah buku ke toko buku dan kamu tidak menemukannya maka jadilah yang menulisnya ” pesan Asma Nadia.

Reporter: Basma Sartika

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN