Bukan Sekadar Identitas, Pustakawan Punya Peran Memberantas Hoaks

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

Jakarta—Pustakawan harus bisa menjadi penengah dalam kondisi ramainya berita bohong (hoaks) di masyarakat.

Idealnya, pustakawan berperan dalam menghindarkan masyarakat dari pertentangan dan pertengkaran karena hoaks. Karenanya, pustakawan tidak boleh ikut menyebarkan dan mempercayai berita hoaks.

Ini disampaikan dosen perpustakaan Universitas Padjadjaran Agus Rusmana saat menjadi pembahas dalam Diskusi dan Bedah Buku “Cerita tentang Pustakawan dan Kepustakawanan” karya Blasius Sudarsono yang terbit pada 2018. Agus meminta para pustakawan, khususnya kaum muda, agar menjadi pustakawan yang berdampak dan tidak biasa saja.

“Pustakawan Indonesia harus waspada, nah sekarang ini hoaks banyak beredar, seharusnya janjinya pustakawan yang akan memberantasnya. Pak Blasius sudah menduga ini pada 2018, banyak informasi hoaks, tugas pustakawanlah menangani ini,” jelasnya secara virtual pada Selasa (27/7/2021).

Agus menyebut, sebagai profesi, pustakawan memiliki makna mendalam. Di dalam buku tersebut, disebutkan bahwa ada empat pilar penyangga pustakawan yakni kepustakawanan sebagai panggilan hidup, semangat hidup, karya pelayanan, dan karya profesional.

“Kalau di bukunya, pustakawan itu susah banget, bukan hanya sebuah identitas. Pustakawan adalah panggilan jiwa. Perpustakaan seharusnya diurus seperti rumah ibadah, orang yang mengurusnya itu pengabdian,” urainya.

Dia menambahkan perpustakaan bukanlah gedung atau sistem. Dalam buku tersebut, ujarnya, disebutkan bahwa perpustakaan adalah koleksi pustaka terpilih, yang dikelola dengan cara atau metode tertentu untuk memenuhi kebutuhan intelektual penggunanya.

“Oleh karena itu perpustakaan menang bersaing dengan internet. Di sini, koleksi yang ada di internet itu bukan hasil seleksi. Apapun yang ada di internet, ada, tapi di perpustakaan hanya yang terpilih dan yang memilih adalah pustakawan. Tidak pernah ada buku salah di perpustakaan. Karena ada klasifikasinya,” urainya.

Ukuran keberhasilan perpustakaan bukan pada bangunan dan sistem, tapi yang terutama adalah memberikan layanan untuk kebutuhan intelektual penggunanya. Agus menyebut, buku ini menggambarkan bahwa ketika pengguna belum mendapatkan ilmu, maka perpustakaan belum dianggap berhasil.

Sementara itu, aktivis perpustakaan ramah anak dan perpustakaan sekolah Kuswanto menyebut buku karya Blasius Sudarsono merupakan kristalisasi dari 33 tahun pengalaman pribadi Blasius dan pengalaman professional. Menurut pengamatannya, buku ditulis berlandaskan experiental knowledge. “Jadi sebenarnya, experiental vs professional itu digunakan pak Blasius untuk membandingkan pengalaman praktek ketika di LIPI, dengan pengalaman profesional yang scientific,” jelasnya.

Dalam kesimpulannya, buku tersebut menggambarkan kebutuhan akan konsep kepustakawanan Indonesia, cukup mendesak. Dia sependapat dengan hal tersebut. Dia mencontohkan, kondisi literasi masyarakat Indonesia yang dinilai rendah. Konsep kepustakawanan dinilai bisa berkontribusi dalam menjawab hal tersebut.

Blasius Sudarsono mengapresiasi tanggapan para pembahas. Sebagai penulis, dia menilai respons dari pembaca merupakan hal penting. Harapannya, pustakawan Indonesia mau berkembang mengikuti perkembangan zaman. “Pada dasarnya, perpustakaan itu adalah pustakawannya. Jadi kalau pustakawannya tidak mau berkembang, ya sudah, perpustakaannya akan tertinggal oleh kemajuan yang sangat cepat dan pesat,” ungkap pria yang akrab disapa Pak Dar tersebut.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum, Organisasi, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Sri Marganingsih menjelaskan diskusi buku diselenggarakan dalam rangka memperingati dua tahun Perpusnas Press.  Melalui diskusi dan bedah buku, pembaca atau masyarakat dapat mengetahui dan memahami pemikiran Blasius Sudarsono.

“Beliau adalah pemerhati kepustakawanan yang tidak pernah mengenal lelah dalam pemikiran kemajuan bidang kepustakawanan. Tidak semua pustakawan memiliki pribadi kepustakawanan dan orang yang memiliki pribadi kepustakawanan hanyalah orang yang memiliki spirit of life, demikianlah kata-kata yang sering terlontar dari Pak Dar,” jelasnya memaparkan sosok Blasius Sudarsono.

Sri Marganingsih menambahkan diskusi buku dan webinar kepenulisan akan diselenggarakan pada Rabu, 28 Juli 2021 dan Kamis, 29 Juli 2021. Ini masih dalam rangkaian peringatan dua tahun Perpusnas Press. Semua kegiatan diselenggarakan secara virtual dan dapat diakses masyarakat melalui laman media sosial Perpusnas.

Reporter: Hanna Meinita

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN