Detail of Online Magazine

    Analisis Rencana Kerja Perpustakaan Nasional Masa Pembangunan Transisi Tahun 2005-2006

    Masa pembangunan transisi didasari pada tiga permasalahan pokok yaitu mempercepat proses reformasi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Pembangunan di bidang perpustakaan memiliki fungsi strategis dalam menjembatani kebutuhan informasi masyarakat diarahkan untuk membangun masyarakat membaca, masyarakat belajar sebagai ga...

    Description of Online Magazine
    JudulAnalisis Rencana Kerja Perpustakaan Nasional Masa Pembangunan Transisi Tahun 2005-2006
    MajalahVisi Pustaka
    EdisiVol. 06 No. 1 - Juni 2004
    Abstrak

    Masa pembangunan transisi didasari pada tiga permasalahan pokok yaitu mempercepat proses reformasi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Pembangunan di bidang perpustakaan memiliki fungsi strategis dalam menjembatani kebutuhan informasi masyarakat diarahkan untuk membangun masyarakat membaca, masyarakat belajar sebagai garis pengembangan budaya keilmuan, berbudaya ilmiah dan kritis menuju masyarakat yang terinformasi (well-informed), kritis, inovatif, produktif melalui pengembangan budaya baca, pelestarian hasil budaya intelektual, pengembangan dan pembinaan perpustakaan sebagai infrastruktur dan aksesibilitas layanan informasi iptek. Akselerasi agenda pembangunan nasional, Perpustakaan Nasional sebagai LPND dalam mempercepat agenda pembangunan nasional tersebut menitikberatkan program kepada dua bidang utama pembangunan yaitu bidang pendidikan dan kebudayaan.

    KeywordPerpustakaan
    PengarangAdin Bondar
    SubjekPerpustakaan -- Manajemen
    Sumber
    Artikel Lengkap

    I.     Umum

    Sejak krisis multidimensi  melanda bangsa Indonesia tahun 1998 timbul berbagai permasalahan bangsa yang secara komprehensif berpengaruh pada kelangsungan berbangsa dan bernegara. Meskipun banyak kemajuan yang sudah dicapai, namun masih masalah   pembangunan yang cukup berat dan harus diselesaikan. Karena itu, pemerintah sebagai regulator pelaksanaan ketatanegaraan dan pembangunan khususnya pada masa pembangunan transisi tahun 2005, merumuskan arah kebijakan kerja dengan agenda pembangunan nasional yang diarahkan pada tiga permasalahan pokok, yaitu mempercepat proses reformasi, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpustakaan Nasional RI sebagai satu Lembaga Pemerintah Non Departemen memiliki tugas pokok dan fungsi membantu Presiden dalam melaksanakan sebagian tugas pemerintahan sebagaimana dalam Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 03 tahun 2003, perlu merumuskan arah kebijakan dan rencana kerja lembaga.

    Pembangunan di bidang perpustakaan memiliki fungsi strategis dalam menjembatani kebutuhan informasi masyarakat perlu diarahkan untuk membangun masyarakat membaca, masyarakat belajar sebagai garis pengembangan budaya keilmuan, berbudaya ilmiah dan kritis menuju masyarakat yang terinformasi (well-informed), kritis, inovatif, produktif melalui pengembangan budaya baca, pelestarian hasil budaya intelektual, pengembangan dan pembinaan perpustakaan sebagai infrastruktur dan aksesibilitas layanan informasi iptek. Sebagai upaya akselerasi agenda pembangunan nasional untuk mendukung upaya proses reformasi, perbaikan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional, sesuai tugas pokok dan fungsinya harus mengarahkan sektor program kepada dua bidang utama pembangunan yaitu pembangunan bidang pendidikan dan kebudayaan. Upaya mendukung bidang pendidikan diarahkan kepada:
    Pertama, Pengembangan kelembagaan perpustakaan perguruan tinggi, umum, khusus, sekolah, rumah ibadah dan perpustakaan masyarakat;
    Kedua, pengembangan bahan bacaan sebagai sumber informasi masyarakat;
    Ketiga, pengembangan sarana dan prasarana layanan perpustakaan;
    Keempat, peningkatan kualitas sumber daya manusia di bidang perpustakaan dan informasi.

    Upaya-upaya mendukung pembangunan bidang kebudayaan meliputi;
    Pertama, pelestarian karya budaya intelektual;
    Kedua; pengembangan deposit nasional (legal deposit);
    Ketiga, pengembangan dan pengkajian perpustakaan dan budaya baca masyarakat; Keempat,  pengembangan peraturan dan perundang-undangan serta ketatalaksanaan bidang perpustakaan.

     

    II.  Permasalahan

    1. Rendahnya pertumbuhan dan pemanfaatan perpustakaan. Lambatnya pertumbuhan kelembagaan perpustakaan sebagai infrastruktur informasi yang demokratis adalah akibat dari rendahnya apresiasi pemerintah dan masyarakat terhadap eksistensi perpustakaan. Potensi sumber daya perpustakaan belum dianggap sebagai indikator dalam mempercepat proses pembangunan dalam mewujudkan masyarakat yang maju dan kritis. Potensi tersebut tidak mendapatkan posisi utama dalam konsep pembangunan nasional selama periodisasi pembangunan baik jangka pendek dan menengah, sehingga berimplikasi terhadap rendahnya pertumbuhan dan pemanfaatan potensi perpustakaan dan, bahkan menjadikan perpustakaan tidak begitu populer di mata masyarakat. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa dengan sarana dan anggaran yang terbatas, Perpustakaan Nasional telah banyak memberikan kemajuan di bidang pertumbuhan perpustakaan walaupun belum dikatakan sesuai kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat di tingkat provinsi. Kelembagaan perpustakaan telah terbentuk dengan sarana layanan yang sangat terbatas. Walaupun kelembagaan perpustakaan telah terbentuk, namun minat masyarakat untuk memanfaatkan sumber-sumber yang ada masih. Evaluasi ini dapat kita lihat secara komprehensif dengan indikator kunjungan masyarakat ke perpustakaan yang masih sangat rendah dan hanya sekelompok kecil saja yang yang memanfaatkannya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat masyarakat kita secara umum masih belum dikategorikan masyarakat well-informed, karena tingkat pendidikan dan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya masih rendah. Permasalahan inilah sebenarnya yang  menjadikan pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia rendah.


    2. Minimnya Sumber-sumber bahan bacaan. Dalam mewujudkan masyarakat belajar (lifetime education) ketersediaan sumber bacaan dalam pemenuhan kebutuhan informasi dan ilmu pengetahuan merupakan indikator terpenting. Sejak Indonesia dilanda krisis multidimensi, penerbitan buku nasional mengalami kemunduran signifikan. Rata-rata penerbitan buku dalam setahun hanya mencapai 2.500-3000 judul. Permasalahan ini semakin meruncing ketika sebagian penerbit nasional  gulung tikar (bangkrut). Disamping itu rendahnya penghargaan masyarakat dan pemerintah terhadap penulis juga berpengaruh terhadap rendahnya kreatifitas penulis dalam menciptakan dan menerbitkan karya baru. Dalam pada itu, penyebaran buku sebagai sumber informasi masyarakat menjadi tidak merata sehingga jurang perolehan sumber informasi semakin meningkat. Keterbatasan sarana bacaan dan ketidakmampuan masyarakat dalam memperoleh buku bacaan bermutu menjadi masalah utama yang merupakan dampak mahalnya buku-buku bacaan dan rendahnya daya beli masyarakat. 

    3. Rendahnya budaya baca masyarakat. Budaya baca (reading habit) masyarakat Indonesia masih tergolong kategori rendah. Membaca yang merupakan unsur penting dalam pendidikan serta sebagai suatu pilihan dan kebutuhan dalam transformasi nilai, belum menempatkan posisi yang menguntungkan sebagai suatu budaya kolektif masyarakat. Potensi bangsa Indonesia sangat besar apabila ditinjau dari jumlah penduduknya yang lebih kurang 203 juta jiwa. Seharusnya Bangsa Indonesia memiliki peranan dalam kancah persaingan global. Fakta tentang hal ini diperkuat oleh United Nations Development Program pada tahun 2003 yang melaporkan bahwa Human Development Index Indonesia masih tergolong rendah, yaitu berada pada peringkat 112 dari 175 negara. Salah satu faktor penyebab adalah rendahnya kualitas pendidikan masyarakat dan masih dominannya budaya tutur daripada budaya baca.


    4. Rendahnya pelestarian budaya intelektual. Salah satu indikator kebanggaan dan kemajuan peradaban suatu bangsa adalah sejauh mana bangsa tersebut dapat menghargai dan melestarikan hasil budayanya sebagai kekuatan intelektual masyarakat lokal. Budaya sebagai hasil cipta, karsa dan rasa merupakan hasil kreatifitas dan intelektual. Ada banyak bangsa di dunia ini yang kehilangan jatidiri dan budaya akibat terjadinya proses asimilasi budaya. Pelestarian terhadap hasil karya intelektual perlu dikembangkan. Indonesia memiliki karya budaya yang cukup banyak, baik dalam bentuk lontar, manuskrip abad 14, buku, majalah, koran, hasil-hasil penelitan, kaset, dll. Karya ini memiliki nilai historis yang cukup tinggi yang harus di transformasi ke dalam bentuk media lain agar dapat diakses masyarakat disamping lestarinya nilai-nilai informasi yang ada sebagai suatu kemajuan peradaban bangsa untuk anak-anak cucu dimasa yang akan datang.


    5. Kurangnya peraturan dan perundang-undangan, ketatalaksanaan bidang perpustakaan.
    Regulasi pemerintah terhadap kebebasan akses informasi merupakan langkah percepatan proses reformasi. Permasalahan yang ada adalah kebijakan dan regulasi di bidang perpustakaan sebagai salah satu lembaga informasi yang paling demokratis masih belum maksimal. Pengaturan kelembagaan perpustakaan serta perangkat hukum yang mengikat perlu dikembangkan dan ditingkatkan. Percepatan pembentukan Undang-undang Sistem Nasional Perpustakaan perlu diupayakan sebagai legalitas dan amanat dalam pengembangan kelembagaan perpustakaan.

    Salah satu penyebab timbulnya perubahan yang sangat mendasar adalah adanya penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah beserta Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Pengaruh diberlakukannya Undang-undang tersebut membawa dampak signifikan, khususnya terhadap status kelembagaan perpustakaan di daerah. Sampai saat ini belum adanya regulasi dalam pemantapan kelembagaan Perpustakaan Daerah, Kabupaten/Kota. Di samping itu, Undang-undang tersebut juga akan mendasari kebijakan pemerintah pusat sehingga rencana dan program berada pada daerah masing-masing. Dalam konteks inilah diperlukan kebijakan dan regulasi pemerintah dalam memberikan arah dalam pengembangan perpustakaan dengan konteks otonomi daerah.


    6. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan perpustakaan. Pembangunan dan pengembangan perpustakaan telah banyak menghasilkan kemajuan yang berarti. Namun, belum semua lapisan masyarakat memiliki akses ke perpustakaan dan dapat dijangkau oleh layanan perpustakaan. Pembangunan dan pengembangan perpustakaan harus menjadi kebijakan kolektif bangsa Indonesia. Sebab, melihat kondisi dan kemampuan keuangan negara yang sangat terbatas, jika hanya mengandalkan partisipasi pemerintah, maka pengembangan perpustakaan sebagai lembaga informasi rakyat harus menjadi tanggung jawab kolektif antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha lainnya.

    Partisipasi masyarakat merupakan modal utama. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat pada sebagian daerah yang secara sukarela dapat membangun perpustakaan masyarakat/desa ataupun jenis perpustakaan lainnya. Rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh letak geografis yang luas dan kepulauan serta tingkat ekonomi masyarakat yang relatif rendah. Di samping itu rendahnya minat baca dan informasi belum menjadi kebutuhan dasar sebagian besar masyarakat sehingga secara bersamaan belum mampu mengantisipasi dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui perpustakaan.


    Kesemua kondisi di atas, sangat berdampak bila dikaitkan dengan akselerasi tugas pokok dan fungsi Perpustakaan Nasional, oleh karena selama ini pelayanan perpustakaan dan pengembangan bahan bacaan nasional belum mampu menjangkau semua lapisan masyarakat baik di kota maupun di daerah terpencil, walaupun usaha penyelenggaraan berbagai jenis perpustakaan sebagai salah satu wadah sumber informasi telah dilaksanakan. Inilah yang mendasari bahwa Perpustakaan Nasional dalam kurun waktu tahun 2005 kedepan merumuskan beberapa kebijakan nasional bidang perpustakaan dalam kerangka mempercepat proses pemulihan permasalahan bangsa sebagai mana telah dikemukakan dalam penjelasan umum.


    III.  Kebijakan Perpustakaan Nasional

    Sesuai dengan permasalahan pokok di atas, dalam akselerasi tugas fungsi dan kewenangan Perpustakaan Nasional sebagai sub sistem pembangunan nasional dalam, mendukung upaya-upaya proses reformasi, perbaikan kesejahteraan rakyat dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, menentukan kebijakan dalam tahun 2005, sebagai berikut;

    Pertama, Kebijakan Pengembangan Bahan Pustaka dan Layanan Informasi Perpustakaan. Kebijakan Pengembangan Bahan Pustaka dan Layanan Informasi Perpustakaan dilaksanakan dalam rangka  memberikan seluas-luasnya sumber-sumber bacaan kepada masyarakat dan layanan informasi perpustakaan. Kebijakan ini diimplementasikan, melalui; (i) Peningkatan jumlah dan jenis bahan pustaka, pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan/Desa. (ii) Pengembangan jasa layanan perpustakaan dan informasi dengan membangun layanan berbasis Web Site atau Internet serta pengembangan jaringan kerjasama perpustakaan. (iii) Pengembangan koleksi Deposit Nasional dengan melaksanakan optimalisasi UU Nomor 4 tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Rekam dan pendayagunaan koleksi tersebut untuk kepentingan masyarakat. (iv) Pengembangan koleksi dan pengelolaan bahan pustaka dengan memperbanyak penerbitan jenis literatur sekunder. (v) Pengembangan koleksi perpustakaan melalui pembelian, tukar menukar, alih bentuk dan silang layan. (vi) Pengembangan sarana dan prasarana layanan perpustakaan melalui pengembangan perpustakaan keliling.

    Kedua, Kebijakan Pengembangan Perawatan dan Pelestarian Karya Budaya Bangsa. Perpustakaan Nasional juga telah berhasil melaksanakan pemeliharaan, pelestarian hasil budaya bangsa yang dikenal sebagai naskah kuno yang terdapat di Perpustakaan Nasional RI. Namun pengembangan program ini perlu dilakukan agar naskah-naskah karya intelektual yang tersebar diseluruh Nusantara dapat dilestarikan dan dialih-mediakan dalam bentuk mikrografi; fotografi dan teknologi digital. Pemeliharaan ini dimaksudkan untuk mempertahankan nilai informasi dan nilai historis agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi kepentingan nilai-nilai budaya kekayaan bangsa. Kebijakan ini diimplementasikan, melalui; (i) Pengembangan koleksi bahan pustaka dalam bentuk transformasi dan alih bentuk menuju perpustakaan maya (virtual library). (ii) Pengembangan sarana dan prasarana preservasi. (iii) Pengembangan kerjasama preservasi dengan lembaga-lembaga kebudayaan.


    Ketiga,  Kebijakan Pengembangan Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Bidang Informasi dan Perpustakaan. Kebijakan ini mengarahkan pada pengembangan kelembagaan perpustakaan di seluruh strata masyarakat baik ditingkat pusat, provinsi, kabupaten / kota, kecamatan/desa, serta pengembangan sumber daya manusia bidang informasi dan perpustakaan dalam meningkatkan profesionalisme pelayanan informasi dan perpustakaan. Kebijakan ini diimplementasikan, melalui; (i) Perumusan kebijakan publik di bidang perpustakaan melalui pengembangan program dalam mendukung "good governance". (ii) Pembinaan dan pengembangan perpustakaan; terutama perpustakaan sekolah dan masyarakat dan perpustakaan; terutama perpustakaan sekolah dan masyarakat dan perpustakaan di provinsi baru. (iii) Pengembangan Perpustakaan Proklamator (bapak bangsa) Republik Indonesia. (iv) Pengembangan koordinasi dan konsolidasi program perpustakaan antara pemerintah pusat dan daerah.(v) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bidang kepustakawan. (vi) Pengembangan peraturan dan perundang-undangan dibidang perpustakaan. (vii) Membangun kerjasama serta memfasilitasi seluas-luasnya organisasi masyarakat/lembaga swadaya masyarakat dalam pengembangan/pembangunan perpustakaan. 

    Empat, Kebijakan Pengembangan dan Promosi Budaya Baca Masyarakat dan  Perpustakaan. Kebijakan untuk mendukung usaha ke arah masyarakat yang gemar membaca oleh Perpustakaan Nasional dan instansi terkait, baik di pada tingkat pusat dan daerah. Membangun budaya baca bagi terwujudnya masyarakat yang demokratis, egaliter, inklusif dan kompetitif dalam menghadapi berbagai peluang dan tantangan. Upaya dilakukan sebagai tindaklanjut pencanangan ¿Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca¿ pada tanggal 14 September 1995,  ¿Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca¿ (GPMB) pada tanggal 25 Oktober 2001 dan ¿Pencanangan Gerakan Membaca Nasional¿ oleh Presiden pada tanggal 12 November 2003 di Istana Negara Jakarta. Kebijakan ini diimplementasikan, melalui; (i) Pemasyarakatan dan promosi perpustakaan dan budaya baca melalui media cetak dan elektronik, penyuluhan dan pameran. (ii) Pengkajian dan pengembangan  minat baca dan perpustakaan serta akreditasi pustakawan. (iii) Pengembangan budaya baca masyarakat melalui lokakarya nasional, penulisan ilmiah nasional dan aktivitas  ilmiah lainnya. (iv) Pemberian penghargaan  kepada pemerhati, kritisi dan penulis masalah pengembangan perpustakaan dan minat baca. 

             *) Adin Bondar adalah Perencana Pertama pada Perpustakaan Nasional RI.


    Copyright 2022 © National Library Of Indonesia

    Number of visitor: NaN