Detail Majalah Online

    Menelusuri Jejak Peradaban Indonesia Melalui Perpustakaan Nasional RI

    Para ahli arkeologi dan sejarah Indonesia memperkirakan bahwa pada abad ke-4 Masehi, bangsa Indonesia sudah mengenal aksara dan dibuktikan dengan ditemukannya Prasasti Yupa yang beraksara Pallawa di Kalimantan Timur milik Kerajaan Kutai Kartanegara. Penemuan situs arkeologi hanya merupakan salah satu bukti bahwa Indonesia telah memiliki jejak peradaban yang panjang, bahkan belum termasuk penemuan naskah nusantara yang tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara. Keragaman bukti dalam budaya ...

    Deskripsi Majalah Online
    JudulMenelusuri Jejak Peradaban Indonesia Melalui Perpustakaan Nasional RI
    MajalahWarta
    EdisiVol. 19 No. 1 - Januari 2014
    Abstrak

    Para ahli arkeologi dan sejarah Indonesia memperkirakan bahwa pada abad ke-4 Masehi, bangsa Indonesia sudah mengenal aksara dan dibuktikan dengan ditemukannya Prasasti Yupa yang beraksara Pallawa di Kalimantan Timur milik Kerajaan Kutai Kartanegara. Penemuan situs arkeologi hanya merupakan salah satu bukti bahwa Indonesia telah memiliki jejak peradaban yang panjang, bahkan belum termasuk penemuan naskah nusantara yang tersebar hampir di seluruh wilayah Nusantara. Keragaman bukti dalam budaya literasi merupakan hal yang sangat menarik karena sifat informasi yang terkandung dalam naskaha nusantara dengan prasasti berbeda satu dengan lainnya bahkan berbeda pula dalam cara pembuatannya. Informasi yang terkandung dalam naskah Nusantara berkaitan dengan sejarah, bahasa, sastra dan falsafah hidup sementara pada prasasti lebih memuat sejumlah peristiwa penting terkait dengan kegiatan administrasi pemerintahan lokal saat itu. Ada dua jenis data yang bisa digunakan untuk menelusuri peradaban Indonesia masa lalu, yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data utama (bukti) tentang adanya keberadaan peradaban di Indonesia sementara data sekunder merupakan data pendukung yang memperkuat bukti adanya peradaban di tanah air, berupa referensi buku langka atau terbitan berkala yang menulis tentang ke Indonesia-an, walaupun penulisnya bukan orang Indonesia.  Data terakhir tahun 2013, Perpustakaan Nasional RI memiliki total koleksi data primer berupa naskah Nusantara sebanyak 10.613 eksemplar; sementara data primer berupa terbitan berkala berbentuk majalah lama sebanyak 6.285 judul. Informasi mengenai periodesasi sejarah peradaban Indonesia tersedia di Perpustakaan Nasional RI.

    KeywordAksara; Prasasti Yupa; Budaya literasi; Naskah Nusantara
    PengarangAnes Nasrullah
    SubjekManuskrip
    Sumber
    Artikel Lengkap
    Pendahuluan Dalam sejarah perkembangan budaya manusia, kepemilikan aksara dan kemampuan menulis aksara memegang peranan yang amat penting. Sebab lewat kegiatan tulis menulis, ilmu pengetahuan/budaya manusia dapat dilanjutkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kemampuan ini,  menurut Ernst Cassirer—seorang Filusuf asal Jerman—yang menjadikan salah satu ‘pembeda’ antara manusia dengan hewan sebagai bagian dari kesatuan makhluk hidup. Maka tidak berlebihan, jika para ahli antropologi menandakan titik awal peradaban manusia adalah saat mereka sudah mengenal tulisan (aksara). Pada konteks sejarah peradaban Indonesia, sudah sejak lama bangsa ini mengenal kegiatan tulis menulis. Para ahli arkeologi dan sejarah Indonesia memperkirakan bahwa pada abad ke-4 Masehi, bangsa Indonesia sudah mengenal aksara. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Yupa yang beraksara pallawa di Kalimantan Timur milik Kerajaan Kutai Kartanegara. Aktivitas tulis menulis merupakan salah satu bentuk usaha dokumentasi yang paling sederhana dan efektif, walaupun tidak sesederhana dalam proses pembuatannya. Terbukti, meski informasi atau ilmu pengetahuan yang tertulis telah berusia ratusan tahun, namun masih dapat dimanfaatkan dan dipelajari hingga saat ini. Penemuan situs arkeologi hanya salah satu bukti bahwa Indonesia memiliki jejak peradaban yang panjang. Ini belum termasuk dengan penemuan-penemuan naskah nusantara yang tersebar di hampir seluruh wilayah Nusantara. Sehingga bukti keberagaman referensi budaya literasi di Indonesia jadi lebih kaya dan menarik. Mulai dari Sumatra yang umumnya merupakan naskah Melayu, salah satu naskahnya yang terkenal adalah Tajussalatin. Di Jawa Barat dan Jawa Tengah ada naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian dan naskah Arjunawiwaha. Lalu, di Bali dengan naskah Udayana, dan Sulawesi dengan naskah I La Galigo. Keragaman bukti budaya literasi ini tentu sangat menarik, karena sifat informasi yang terkandung dalam naskah nusantara dengan prasasti berbeda satu sama lain, selain  berbeda pula cara pembuatannya. Informasi yang terkandung dalam naskah Nusantara berkaitan dengan sejarah, bahasa, sastra, dan falsafah hidup (Tradisi Tulis Nusantara, 1997: 143). Sementara pada prasasti lebih memuat sejumlah peristiwa penting terkait dengan kegiatan administrasi pemerintahan lokal saat itu. Seperti prasasti Yupa milik Kerajaan Kutai Kertanegara, yang berisi tentang kemurahan hati Raja Mulawarman yang mengorbankan 1.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Atau prasasti Yupa—dengan nama yang sama--yang ditemukan di daerah Karawang, Jawa Barat, milik Kerajaan Tarumanegara yang berisi tentang penetapan batas wilayah atau informasi pembangunan fisik yang telah dilakukan oleh raja pada masa itu. Batu, menjadi media sederhana dalam kegiatan tulis menulis pada pembuatan prasasti karena mudah ditemukan. Seiring perkembangan Iptek, manusia mulai beralih pada media lain yang paling mudah dipakai, seperti kulit kayu, nipah, bambu, lontar hingga kertas. Intinya, apa pun media tulis yang digunakan, awal kemunculan tradisi tulis menulis di Nusantara memegang peran penting sebagai indikasi awal peradaban manusia Indonesia. Perpustakaan Nasional (National Library) di negara manapun tentunya memiliki kepedulian dengan sejarah peradaban bangsanya sendiri. Pun yang sama diperbuat oleh Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Indonesia yang turut menyimpan segala hasil koleksi peradaban bangsa, serta berbagai sumber tulisan lain mengenai Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 bahwa Perpustakaan Nasional tidak hanya sebagai perpustakaan pembina, rujukan dan deposit saja, tapi juga berperan sebagai perpustakaan pelestarian dan penelitian. Dengan begitu, kekayaan bahan pustaka yang dimiliki Perpusnas seperti naskah Nusantara, buku langka serta terbitan berkala lama, baik yang ditulis oleh orang Indonesia atau orang Belanda di masa lalu tentang Nusantara (Indonesiana), mutlak harus dimiliki dan dilestarikan keberadaannya. Hanya lewat bahan pustaka tersebut kita mampu melihat jejak wajah peradaban Indonesia di masa lalu. Data Primer dan Data Skunder Ada dua jenis data yang bisa digunakan untuk menelusuri peradaban Indonesia masa lalu, yaitu data primer dan sekunder. Data primer merupakan data utama (bukti) tentang adanya keberadaan peradaban di Indonesia. Artinya, bukti material tersebut dibuat langsung oleh tangan-tangan masyarakat Indonesia sendiri. Bukti material ini berupa naskah Nusantara, prasasti, buku langka/buku kuno atau terbitan berkala lama. Sementara data sekunder merupakan data pendukung yang memperkuat bukti adanya peradaban di Tanah Air, berupa referensi buku langka atau terbitan berkala yang menulis tentang ke Indonesia-an, walaupun penulisnya bukan orang Indonesia. Data terakhir di tahun 2013, Perpusnas memiliki total koleksi data primer berupa naskah Nusantara sebanyak 10.613 eksemplar, dengan subjek utama sastra, ilmu pengobatan, sejarah, undang-undang, falsafah hidup, serta religi. Sementara data primer berupa terbitan berkala berbentuk majalah lama terdapat 6.285 judul. Namun demikian, data primer berupa buku langka dan surat kabar lama belum dapat diindetifikasi jumlahnya. Ini disebabkan belum adanya kegiatan khusus untuk melakukan pemisahan jumlah buku langka atau surat kabar lama yang dibuat/diterbitkan oleh orang Indonesia, dengan buku langka atau surat kabar lama yang dibuat/diterbitkan oleh orang non Indonesia. Sedangkan data sekunder yang ada di Perpusnas dibagi menjadi tiga jenis. Pertama bentuk monograf, kedua bentuk non monograf, lalu yang ketiga bentuk terbitan berkala berupa surat kabar langka dan majalah langka. Koleksi monograf merupakan koleksi berbentuk buku, sementara koleksi non monograf merupakan koleksi ‘tak berbentuk buku. Koleksi non monograf di sini dapat berbentuk poster, katalog, pamflet serta leaflet. Data monograf dan data non monograf tersebut termasuk dalam layanan koleksi buku langka. Tiga Periode Berdasarkan sejarah berdirinya, Perpusnas merupakan hasil peleburan dari 4 perpustakaan besar di Jakarta, yaitu; Perpustakaan Museum, Perpustakaan Sejarah, Politik dan Sosial (SPS), Perpustakaan Wilayah DKI Jakarta, Bidang Bibliografi dan Deposit, serta Pusat Pembinaan Perpustakaan. Kalau ingin menelusuri peradaban Indonesia di masa lalu, sangat penting untuk mengetahui terlebih dulu tahun terbit atau usia pustaka tertua. Sebab, pada saat proses penelusuran, melakukan periodisasi bahan pustaka menjadi wajib. Di mulai dari yang terlama hingga yang terbaru. Jika mengurut dari usia koleksi dari ke-empat perpustakaan tersebut, koleksi bahan pustaka dari Perpustakaan Museum menjadi yang tertua. Dulunya, koleksi yang ada di Perpustakaan Museum adalah milik Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, yaitu lembaga ilmu pengetahuan pertama di Indonesia –bahkan di Asia Tenggara, yang didirikan oleh orang asli Belanda bernama J.C.M. Radermacher (1741-1783) pada tahun 1778. Beberapa tahun kemudian, lembaga tersebut mendapat gelar kehormatan dari Ratu Belanda dengan menambahkan kata ‘Koninklijk’ di depan nama sebelumnya, sehingga bernama lengkap Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen atau disingkat menjadi KBG. Jenis koleksi yang ‘diwariskan’ Perpustakaan Museum kepada Perpusnas adalah naskah kuno, buku langka, peta kuno, majalah langka, surat kabar langka serta terbitan PBB. Sebagai negara besar yang multi kultur, Indonesia memiliki perjalanan sejarah peradaban yang panjang. Sedikitnya, ada tiga periodesasi perjalanan sejarah peradaban manusia Indonesia, yaitu  zaman kuno yang meliputi masa Kerajaan Hindu dan Budha; zaman baru yang meliputi masa kerajaan Islam, masa kolonialisme, masa pergerakan nasional melawan imperialisme dan persiapan menuju kemerdekaan; serta zaman pasca kemerdekaan yang meliputi masa pergolakan dalam negeri hingga masa reformasi. Semua informasi tentang periodesasi sejarah peradaban Indonesia tersebut telah tersedia dalam Perpusnas. Seperti pada zaman kuno dan sebagian zaman baru –khususnya pada masa kerajaan islam, kita bisa mencari data primer pada koleksi naskah kuno dan data sekunder pada buku langka. Sementara pada sebagian zaman baru¬ –khususnya masa kolonialisme dan masa pergerakan nasional, hingga zaman pasca kemerdekaan kita bisa mencari data primer dan data sekunder pada koleksi buku langka dan terbitan berkala majalah langka/surat kabar langka. Kesimpulan Terdepan dalam informasi pustaka menuju Indonesia gemar membaca, merupakan slogan yang tidak pernah berhenti digaungkan oleh Perpusnas pada masyarakat. Lembaga yang secara moril bertanggungjawab terhadap minat baca masyarakat sudah seharusnya memiliki sumber rujukan yang lengkap. Lengkap tidak hanya melulu mampu menyediakan bahan pustaka yang dibutuhkan oleh para pemustaka, namun juga lengkap dari sisi jenis/varian bahan pustaka yang disajikan pada pemustaka. Mulai dari naskah nusantara, buku langka, majalah serta surat kabar langka, termasuk dalam bentuk yang kekinian berupa mikrofilm, mikrovis dan CD. Sehingga Perpusnas betul-betul menjadi sumber rujukan utama bagi masyarakat. Namun demikian, amat disayangkan jika Perpusnas yang dijadikan sumber rujukan utama masyarakat belum memiliki bidang penelitian bahan pustaka. Bidang ini merupakan bidang penelitian yang berupaya melakukan penelitian terhadap bahan pustaka yang dimiliki Perpusnas, khususnya bahan pustaka yang memiliki konten menarik dan yang paling dicari oleh para pemustaka. Kemudian hasil dari kajian tersebut diseminarkan bersama para ahli dibidangnya dan disajikan pada para pemustaka atau masyarakat, sehingga Perpusnas mampu menjadi pusat kajian terhadap koleksi-koleksi yang dimilikinya sendiri. Melalui kajian dan seminar yang dilakukan, bidang penelitian ini pun sebetulnya mampu menjadi ‘agen’ promosi minat baca bagi masyarakat. Sebab masih banyak bahan pustaka yang menarik namun belum diketahui dan dieksplorasi oleh pemustaka atau masyarakat umum. Di harapkan dengan adanya upaya mengangkat kajian terhadap konten bahan pustaka yang dimiliki Perpusnas, lalu diseminarkan, mampu memancing gairah minat baca masyarakat. Refrensi Buku : Cassirer, Ernst (1990). Manusia dan Kebudayaan : sebuah esei tentang manusia di Indonesiakan oleh Alois A. Nugroho, Jakarta : PT. Gramedia Sumarsih, Endang (2012). Sejarah Ringkas Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (makalah), Jakarta : Perpustakaan Nasional RI (1997). Tradisi Tulis Nusantara; Kumpulan Makalah Simposium Tradisi Tulis Indonesia 4-6 Juni 1996. Jakarta: Masyarakat Pernaskahan Nusantara Refrensi Web : http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Mulawarman http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_Naskah_Nusantara http://hurahura.wordpress.com/2011/12/27/jejak-aksara-nusantara/ http://nyanyianbahasa.wordpress.com/2009/08/02/apa-itu-naskah-dan-apa-manfaatnya/ http://sejarahkelasx.blogspot.com/2012/04/periodisasi-dalam-ilmu-sejarah.html

    Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

    Jumlah pengunjung: NaN