Detail Majalah Online

    Tantangan Menuju Era Perpustakaan Digital

    Pergerakan perpustakaan digital di Indonesia menarik dan beresiko karena secara keseluruhan masyarakat belum selesai bertransformasi di berbagai aspek sementara di sisi lain dituntut untuk menyelaraskan langkah dengan pergerakan dan perkembangan yang ada. Di bidang ilmu perpustakaan merupakan keharusan untuk memasuki era perpustakaan digital,...
    Deskripsi Majalah Online
    JudulTantangan Menuju Era Perpustakaan Digital
    MajalahVisi Pustaka
    EdisiVol. 02 No. 2 - Desember 2000
    Abstrak
    Pergerakan perpustakaan digital di Indonesia menarik dan beresiko karena secara keseluruhan masyarakat belum selesai bertransformasi di berbagai aspek sementara di sisi lain dituntut untuk menyelaraskan langkah dengan pergerakan dan perkembangan yang ada. Di bidang ilmu perpustakaan merupakan keharusan untuk memasuki era perpustakaan digital, dimana esensi dari perpustakaan digital adalah memberikan gambaran dan pemerian yang tepat kepada pengguna tentang informasi yang dibutuhkan dan ketersediaannya. Pustakawan dalam era perpustakaan digital dituntut untuk lebih memahami dan memprediksikan segala tantangan dan hambatan yang muncul, mengasah dan memacu daya pikir serta bertindak sistematis.
    KeywordPerpustakaan Digital; Informasi; Pustakawan
    PengarangJaka Anindita
    SubjekPerpustakaan Elektronika Digital
    Sumber
    Artikel Lengkap

    Perpustakaan digital telah menjadi wacana dan bahasan yang begitu populer di kalangan praktisi teknologi Informasi,  dan para pustakawan di Indonesia. Setidaknya dalam dua tahun terakhir, rekan pustakawan dan para pengguna perpustakaan di belahan dunia maju telah sampai di suatu tahapan di mana segala sesuatu yang masih menjadi wacana dan bahasan di negara kita, telah menjadi kelaziman di negara mereka. 
    Di Indonesia sejumlah institusi sudah memulainya. Pada hematnya kelak kita memang akan dan harus sampai pada tahapan yang sudah dicapai rekan-rekan kita di luar negeri. Pergerakan  ke arah perpustakaan digital di Indonesia menjadi menarik dan beresiko. Pasalnya secara keseluruhan masyarakat kita belum lagi usai bertransformasi di begitu banyak aspek, seperti dari budaya feodal menuju demokrasi, dari budaya lisan menuju budaya baca, bahkan dari budaya paper menuju paperless. Sementara di sisi lain kita harus selalu menyelaraskan langkah dengan pergerakan dan perkembangan yang ada.  Akibatnya kita harus sering membuat loncatan melewati suatu tahapan untuk mencapai tahapan lain yang lebih tinggi.  Loncatan yang kita lihat dan alami tidak membawa banyak masalah, jika kita telah memiliki dasar atau fundamen yang kuat sebelum meloncati satu tahapan guna mencapai tahapan yang lebih tinggi.  Sebaliknya, berbagai permasalahan dan kerawanan acap muncul jika fundamen kita belum benar-benar kuat saat memutuskan untuk membuat loncatan.
    Di bidang ilmu perpustakaan adalah keharusan untuk segera memasuki era perpustakaan digital mengharuskan kita melakukan serangkaian lompatan ke depan, lewat pijakan yang belum kokoh, dengan kata lain potensial memunculkan beragam permasalahan. Kita masih melihat slogan ¿Baca Baca Baca¿ yang disuntikkan ke masyarakat melalui seluruh saluran televisi nasional. Hal ini menyiratkan  kita belum lagi selesai menumbuhkan budaya baca di masyarakat.  Secara keseluruhan membaca belum menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Artinya perpustakaan juga bukan merupakan tempat yang populer dan rutin dikunjungi anggota masyarakat.
    Di sisi pustakawan sendiri, kita masih terlalu berpegang pada pola dan paradigma lama, di mana pustakawan berpenampilan dan bekerja secara low profile dan terlampau bersahaja.  Pustakawan diidentikkan dengan orang yang berpenampilan serius dan hemat berkata-kata.  Kita bisa melihat bagaimana gambaran itu tertanam di benak orang lain, lewat berbagai film dan iklan di layar kaca. Gambaran sosok pustakawan tercenung di belakang meja, hanya berbicara untuk memperingatkan para pengunjung yang berbicara terlalu keras, selebihnya diam.  Tidak ada yang bisa disalahkan dari penggambaran stereotip itu, tanpa disadari barangkali kita sendiri yang membuat dan menanamkannya.
    Ilustrasi di atas menunjukkan fundamen di bidang keperpustakaan masih sangat rapuh.  Kita masih ¿direpotkan¿ upaya memberdayakan masyarakat agar membaca menjadi bagian dari kebutuhan hidup. 
    Pustakawan sendiri masih harus meredefinisikan tugas dan citra dirinya.  Kita tidak mungkin terus-menerus sembunyi dari kejaran pertanyaan yang bermuara pada kebutuhan pengguna.  Sikap pustakawan yang defensif-pasif, membiarkan pengguna perpustakaan kebingungan bagaimana mendapatkan suatu informasi, dan harus bertanya pada siapa,  sudah harus menjadi bagian dari sejarah masa lalu, yang tidak boleh lagi diulang.
    Pada saat kita memutuskan perpustakaan kita sebagian atau seluruhnya berbasis teknologi informasi, di saat itu pula akan semakin banyak pengguna yang datang dengan berbagai kebutuhan dan pertanyaannya.  Mereka datang secara langsung atau masuk lewat dunia maya.  Kualitas dan kuantitas interaksi antara pengguna dengan pustakawan justru meningkat. Kemampuan pustakawan untuk berkomunikasi dan berempati dengan pengguna menjadi keharusan dan penting.
    Esensi perpustakaan digital - apalagi jika diaplikasikan di Indonesia - adalah memberikan gambaran dan pemerian yang tepat kepada pengguna tentang informasi yang dibutuhkan dan ketersediaannya, sebelum si pengguna memutuskan datang langsung ke perpustakaan yang bersangkutan. Akhir proses penelusuran informasi ini pengguna tetap harus datang ke perpustakaan.
    Situasi di atas membuat pustakawan di kala bertugas akan mendapatkan peluang untuk melakukan kegiatan pendidikan pemakai. Disamping akan terdapat lebih banyak tanda-tanda untuk memandu pengguna yang berada di gedung perpustakaan,  situs, dan pangkalan data. Terjadinya banyak interaksi dan empati dia antara pustakawan dan pengguna tak mungkin dihadapi dengan pola kerja defensif-pasif.
    Kita mendapatkan  tugas dan tantangan yang lebih berat dibandingkan rekan-rekan pustakawan di negara maju. Namun, memasuki era perpustakaan digital adalah tuntutan yang tidak bisa ditunda. Di pihak lain meredefinisikan cara pandang terhadap tugas dan cara kerja seorang pustakawan adalah keharusan lain lagi.  Memaksakan memasuki perpustakaan berbasis teknologi informasi tanpa ada upaya meredefinisikan tugas dan cara kerja pustakawan, bagaikan mendirikan bangunan megah dari kartu, begitu sulit dibangun dan begitu mudah rubuh saat selesai dibangun.
    Tetapi seberapa pun berat dan kompleksnya tantangan yang ada dihadapan kita, rasanya tidak perlu membuat kita ragu untuk memasuki era perpustakaan digital. Hal ini dapat dilakukan dengan memahami dan memprediksikan apa saja tantangan dan hambatan yang akan muncul, mengasah antisipasi, memacu daya pikir dan bertindak sistematis dalam mencapai tujuan akhir adalah hal paling baik dilakukan para pustakawan menjelang era itu.

    Jaka Anindita
    Staf Perpustakaan Utan Kayu
    Jl Utan Kayu No 68H, Jakarta Timur13120
    Telp. (021) 857 3388 ext 104, Fax (021) 856 7811, e-mail: jaka@isai.or.id

    Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

    Jumlah pengunjung: NaN