Sektor Energi Songsong Pemindahan IKN

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

INDONESIA harus bangkit dari energi tidak terbarukan. Sebab jangankan untuk kebutuhan generasi yang akan datang, untuk memenuhi kebutuhan saat ini saja kita masih impor. Sebagai contoh,  kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) secara nasional mencapai sekitar 1,6 juta barrel/hari dengan kemampuan produksi dalam negeri sebesar 850 an ribu barrel/hari.

Sementara itu cadangan minyak Indonesia diprediksikan akan habis sekitar 9-an tahun dan cadangan gasnya akan habis sekitar21-an tahun lagi, jika tidak ada penemuan cadangan baru. Lantas, kita harus berbuat apa?

POTENSI ENERGI KALTIM

Kaltim yang bakal menjadi Ibu Kota Negara (IKN) Baru memiliki potensi energi minyak dan gas masih signifikan. Dari sumber tepercaya, dijelaskan bahwa Kaltim berkontribusi dalam produksi siap jual/lifting untuk minyak bumi sekitar 9 persen dan gas sekitar 24 persen terhadap lifting nasional. Ada38 wilayah kerja (WK) migas di Kaltimtara.

Hingga saat ini, kontribusi terbesar sekitar 57 persen lifting migas di Kaltim dari Pertamina Hulu Mahakam (PHM) yang baru bergabung ke Pertamina sejak 1 Januari 2018. Disusul PHKT (Pertamina Hulu Kalimantan Timur) sekitar 17 persen, PHSS (Pertamina Hulu Sangasanga) sekitar 14 persen, Pertamina EP Kaltim sekitar 9 persen, Chevron Makassar sekitar 2 persen dan Chevron Rapak sekitar 1 persen.

Meski kondisi lapangan sumur-sumur sudah tua, PHM tetap menjadi primadona dan mendominasi dalam produksi migas di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Tantangan kedepan,harus terus diupayakan mempertahankannya agar proses penurunan produksi dapat diatasi melalui penerapan teknologi baru maupun mencari sumber-sumber migas baru agar terwujud sustainability Bukan hanya untuk kebutuhan masa sekarang namun juga mempersiapkan kebutuhan energy untuk generasi yang akan datang.

Untuk itu, maka Negara harus hadir sekaligus harus ada komitmen yang kuat dan lurus dari semua para pemangku kepentingan untuk merealisasikan ketahanan energi nasional. Inparalel. Secara mikro ekonomi, harus terjaga kondusivitas kerja dan terjamin hubungan industrial yang setara, dinamis dan progresif (terutama antara pimpinan perusahaan dan serikat buruh/pekerja).

PACU PRODUKSI DAN KEMBANGKAN EBT

Secara nasional, saat ini cadangan minyak terbukti mencapai 3,2 miliar sampai 3,3 miliar barel atau hanya 0,2 persen dari total cadangan dunia. Ini relatif kecil, sehingga pemerintah tidak tinggal diam menghadapi kondisi cadangan minyak Indonesia antara lain dengan menggalakkan kegiatan eksplorasi cekungan potensi migas yang belum tergarap dengan cepat.

Di sisi lain, Indonesia juga memiliki banyak potensi energi terbarukan (antara lain energi surya, air, bayu, biomassa, laut, dan panas bumi) yang belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut data ESDM, dengan teknologi yang ada saat ini, potensi listrik dari energi terbarukan mencapai 432 GW, atau 7-8 kali dari total kapasitas pembangkit terpasang.

Perlu effort luar biasa dan investasi untuk pacu produktivitas energi fosil secara signifikan dibarengi dengan mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan teknologi mutakhir. Potensi EBT di Kaltim diperkirakan sekitar 23.800 MW bahkan lebih. Antara lain PLTA 5.600 MW, PLTSurya: 13.500 MW, PLTM (H):3.500 MW, PLTB: 200 MW, PLTBio : 900 MW dan lainnya. Pemanfaatan yang baru sekitar 4  persen perlu dipacu lebih kencang dengan investasidan teknologi yang memadai.

Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang juga memiliki cadangan batu bara terbesar. Maka, ada peluang peralihan sumber energi dari batu bara menuju energi surya di daerah tersebut. Pun, perlu dibarengi pengembangan riset dan teknologi antara lain membangun techno-park, mobil-mobil listrik, drone-drone, kendaraan tanpa awak, dan lain-lain melalui reaktivitasi industri- industri strategi yang dulu dikembangkan oleh Prof Dr BJ Habibie sejalan dengan kemajuan iptek di era Revolusi Industri 4.0 maupun Society 5.0 ala Jepang.

Sektor energi di Kaltim pun harus bersiap menyongsong IKN. Ada tambahan energi yang dipersiapkan seperti migas, listrik (sekitar 1.555 MW), air, biogas dan lain-lain. Hal ini dibutuhkan di wilayah IKN untuk keperluan perkantoran, perumahan yang bakal dihuni oleh sekitar 1,5 juta jiwa.

POTENSI DAMPAK PEMINDAHAN IKN

Pemindahan IKN ada yang berhasil dan gagal, sehingga perlu kesepakatan nasional agar benar-benar berdampak positif bagi kesejahteraan rakyat. Hajatan nasional ini harus dijauhkan dari kepentingan-kepentingan terselubung yang tidak berujung, alih-alih membangun IKN baru malah akan terjerembab dalam kegagalan.

Jangan sampai “hajatan nasional” tersebut berbalik menjadi “hujatan nasional” karena menjadi kota mati yang sunyi. Terkait dampak tersebut, masih sangat langka penelitian tentang hal ini di Indonesia, oleh karena itu penulis dalam menyelesaikan Studi Program Doktor di FEB Universitas Trisakti Jakarta terpanggil untuk mengadakan penelitian/disertasi dengan topik terkiniyaitu “PotensiDampak Pemindahan Ibu Kota Negara terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja di Indonesia”. Harapannya akan memberikan sumbangsih dalam pengambilan kebijakan maupun strategi pembangunan nasional (dalam hal ini pemindahan IKN dari Jakarta ke Kaltim) maupun memperluas khazanah keilmuan bidang ekonomi & pembangunan regional.

Sekilas dapat dikatakan bahwa pemindahan IKN kurang berdampak signifikan manakala tidak diikuti olehpengembangan industri-industri yang memiliki multiplier effect terhadap kualitas dan kesejahteraan rakyat. Dampak yang akan dirasakan antara bertambahnya jumlah sembako dan pengeluaran rumah tangga akibat dari pindahnya ASN dari Jakarta ke IKN Baru, transportasi, jasa hotel dan boga.

Kazakstan berhasil memindahkan IKN dari Almaty ke Astana telah mampu memacu pembangunan dan mengurangi kemiskinan dari 46,7 persen di 2001 menjadi 2,5 persen di 2017. Indeks Gini naik dari 36 di 2001 menjadi 27,5 pada 2017. Success story ini hendaknya dijadikan contoh baik dalam pemindahan IKN di Indonesia.

Dengan demikian, maka pemindahan IKN akan benar-benar memiliki dampak positif yang signifikan bagi kepentingan nasional dan rakyat Indonesia, dibarengi sektor energi untuk bersiap menyongsongnya dengan benar berbasis pada sustainability, bukan semata-mata profit oriented. Semoga. (ndu/k18)

 

OLEH:

SUHARYONO S. HADINAGORO M.M

PEMERHATI KETENAGAKERJAAN & EKONOMI KERAKYATAN

 

PerpusnasPerpustakaan NasionalBuku TerbaruPerpusnas RIPerpustakaan Nasional Republik IndonesiaKoleksi Digital

Hak Cipta 2022 © Perpusnas Republik Indonesia

Jumlah pengunjung: NaN